Memang Enak Memaafkan
Setahun silam, ada berbagai peristiwa yang membuat aku tidak bisa memaafkan beberapa orang di tanah kelahiranku, ranah minang. Akhirnya membuatku hengkang dari rumah gadang, merantau. Di tanah rantau, hidupku selalu diwarnai dendam yang tak berkesudahan dengan detail skenario pembalasan yang akan kulakukan.
Aku mencoba untuk memperkuat diri, sebuah tameng dari ketidakberdayaan. Berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain, mulai dari Jakarta, Bandung, Malang, Surabaya, dan Balikpapan; dengan berbagai pekerjaan, seorang diri dalam waktu 2 tahun kurang. Masih dengan amarah dan dendam membara di dada.
Kemudian aku merasa lelah dengan semua yang aku lalui, aku merasa semakin sakit. Tanah rantau sudah tidak enak lagi buatku. Seolah-olah rumah gadang memanggilku pulang, dalam setiap mimpiku. Maka, aku selalu berpikir untuk pulang, mungkin karena ibuku. Makhluk mulia ini hampir setiap menelfonku, selalu menangis. Barangkali ini yang makin membuatku sakit, seolah ibu sudah tidak ridha lagi.
Sepertinya, alam sudah bersinergi untuk menyuruh aku pulang, ada tawaran untuk menjadi dosen di Padang. Tanpa pikir panjang, antara mau dan tidak mau, aku pulang. Tentunya aku masih dengan rasa sakit yang kubuat sendiri dalam balutan dendam.
Pulang. Sepertinya aku telah menyerah.
Di pesawat, aku hanya bisa menangis, menangisi dan mengasihani diri sendiri. Aku tidak peduli dengan orang yang terheran-heran melihat aku yang tidak berhenti mengeluarkan air mata. Saat itu yang terpikir olehku adalah bagaimana melepaskan rasa sakit yang ada di dada. Aku tahu, dendam itu yang menjadi duri dalam dagingku.
Sesampainya di BIM, sudah ada niat yang kuat dalam hati untuk menemui orang-orang yang telah membuatku sakit. Aku akan minta maaf karena aku telah memelihara dendam pada mereka.
Pada pelaksanaannya, hati ini selalu mendua. Do or don’t. Tapi aku tidak boleh kalah lagi, emosi negatif jangan pernah mempengaruhi hidupku lagi. Aku berhasil, menemui orang-orang itu, bersilaturrahmi lagi dan minta maaf. Ajaib, aku merasa tenang. Saat ini aku sangat menikmati hidup dengan perasaan tenang, enak, dan bersemangat.
Dari situ aku tahu, ternyata perjalanan yang telah kulalui mampu membuat aku berubah. Berubah menjadi lebih baik. Itulah yang aku rasakan sekarang. Ternyata aku tidak menyerah dalam ketidakberdayaan, aku kuat. Aku sangat yakin dengan hal itu.
Semoga tahun ini menjadi tahun yang lebih baik bagiku, bagi kita semua, harus. Amin.
ulfiarahmi 3:31 pm on Januari 4, 2009 Permalink
memberi maaf sama dengan memberi ruang pada rasa benci
ulfiarahmi 3:32 pm on Januari 4, 2009 Permalink
memberi maaf sama dengan memberi ruang pada rasa benci
memaafkan juga tidak sesulit yang dibayangkan, dengan memberi maaf berarti mencari kemuliaan
bintangkesiangan 9:14 pm on Januari 4, 2009 Permalink
memaafkan adalah salah satu sifat Allah
sungguh mulia orang yang mempunyai sifat pemaaf
oya buk
mang buk sama sapa se ada masalah ny
hehehe
pengen tau ja buk
soal ane dari pihak infotaiment ixixixixixxixi π
yusnetti 11:07 am on Januari 5, 2009 Permalink
mau tauuuuu aja
that’s my last problem, case closed for better future
roumink 11:32 pm on Januari 5, 2009 Permalink
saia juga pernah berpikir akan seperti itu, pergi untuk menghapus ingatan..
pelajaran yg menarik, mungkin kita akan sama-sama belajar..
thx 4 share, sis…
^_^
btw, kok yusnetti jadi pemarahya?
wah, bisa cepat tua buk…
wawkakwakakwkawk
π
bintangkesiangan 2:00 pm on Januari 6, 2009 Permalink
“mau tauuuuu aja
thatβs my last problem, case closed for better future”
maap de buk
klo ane tak bisa ngoreksi berita dari ibuk
trus sekarang kegiatan buk pa
jadi dosen yach
jur apa tu
ato jangan2 ibuk dosen saya gi π
yusnetti 7:58 pm on Januari 6, 2009 Permalink
mink, gw dah gk pemarah sekarang, tapi gigit orang, gk dink. gw dah mulai wise, cielah..
yusnetti 7:59 pm on Januari 6, 2009 Permalink
bintangkesiangan,,,net dosen konseling…
net tidak akan mengajar bahasa indonesia..